Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI BITUNG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
2/Pid.Pra/2018/PN Bit MELISA NUR KEPOLISIAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA CQ DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN Minutasi
Tanggal Pendaftaran Jumat, 26 Okt. 2018
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penahanan
Nomor Perkara 2/Pid.Pra/2018/PN Bit
Tanggal Surat Jumat, 26 Okt. 2018
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1MELISA NUR
Termohon
NoNama
1KEPOLISIAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA CQ DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

 

 

 

Bitung, 24 Oktober 2018

 

Perihal: Permohonan Pemeriksaan Praperadilan 

 

Kepada Yth,

Ketua Pengadilan Negeri Bitung

Di –

Bitung

 

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

 

Nama lengkap        : SUHARTO DJ. SULENGKAMPUNG, SH. 

          Tempat lahir                   : Lembean.

          Umur/tanggal lahir : 50 Tahun/16 Oktober 1967.

          Jenis kelamin         : Laki-laki.

          Kebangsaan            : Indonesia.

Tempat tinggal      : Kelurahan Aertembaga Dua Lingkungan IV                                 Kecamatan  Aertembaga Kota Bitung Sulawesi                                Utara.

          A g a m a               : Kristen Protestan.

          P e k e r j a a n      : Advokad/Pengacara.

          Pendidikan             : S1.

          Status                   : Cerai Mati.

Advokad/Pengacara pada Kantor Advokad SUHARTO DJ. SULENGKAMPUNG. SH, Beralamat di Aertembaga Kecamatan Aertembaga Kota Bitung.

Dalam hal ini bertindak untuk kepentingan dan atas nama :

Nama lengkap: MELISA NUR.

          Tempat lahir                   : Manado.

          Umur/tanggal lahir : 37 Tahun / 08 Agustus 1981.

          Jenis kelamin         : Perempuan.

          Kebangsaan            : Indonesia.

Tempat tinggal      : Kelurahan Wangurer Lingkungan III RT/RW                                          004/005 Kecamatan Girian Kota Bitung.

          A g a m a               : Islam.

          P e k e r j a a n      : Pedagang.

          S t a t u s              : Kawin.

          Pendidikan             : SMA.

Selaku Pemberi Kuasa berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal                 12 Oktober 2018 yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bitung dengan Register Nomor : 285/SK/2018/PN Bit,  tertanggal  23  Oktober 2018.

Selanjutnya disebut sebagai : --- Pemohon Praperadilan;

Bersama ini mohon pemeriksaan Permohonan Praperadilan sehubungan dengan Laporan Polisi Nomor : LP/153/X/2017 Dit Polair Tanggal 24 Oktober 2017 dan Surat Perintah Penyidikan nomor SP.Sidik/24/X/2017/Ditpolair, Tanggal 25 Oktober 2018 dan Penetapan tersangka atas diri Pemohon MELISA NUR dalam dugaan tindak pidana Pemalsuan Surat yaitu sebagai orang yang Turut serta menggunakan Surat Keterangan Tukang KM. Kuda Laut )1 Palsu (Kapal Ex Asing) berupa Grose Akta, Surat Ukur, Sertifikat Kelayakan dan Pengawakan Kapal Kapal Ikan serta Surat Izin Penangkapan Ikan, yang terjadi pada haris Selasa 24 Oktober 2017 sekitar pukul 09.00 wita di Perairan Selat Lembeh Bitung, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) KUHP, di wilayah hukum Pengadilan Negeri Bitung, oleh :

Pemerintah Republik Indonesia

cq. Kepolisian Negara Republik Indonesia di Jakarta

cq. Kepolisian Daerah Sulawesi Utara cq. Direktorat Kepolisian Perairan

Berkedudukan di Jl. Tarsius No. 01 Tandurusa Bitung;

Selanjutnya disebut sebagai : --------- Termohon Praperadilan;

Adapun alasan-alasan Pemohon dalam mengajukan Permohonan Pemeriksaan Praperadilan ini adalah sebagai berikut :

  1. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN .
  1. Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan Hak Asasi Manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada hukum internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, praperadilan menjadi suatu mekanisme control terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan Hak Asasi Manusia sebagai tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Disamping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide penjelasan Pasal 80 KUHAP) berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seorang dalam menjadi tersangka.
  2. Bahwa sebagaiman diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan:

Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini tentang:

  1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan atas tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
  2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
  3. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan
  1. Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:

Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini tentang:

  1. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penidikan atau penghentian penuntutan;
  2. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan
  1. Dalam perkembangannya pengaturan praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 jo. Pasal 77 KUHAP sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta kelakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik system hukum di Negara manapun apalagi di dalam sistem hukum Common Law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut “terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang pro rakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normative yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.
  2. Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut:
  1. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.04/Pid.Prap/2015/ PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015
  2. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/ Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015
  3. Dan lain sebagainya.
  1.      Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No.21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut:

Mengadili,

Menyatakan:

Mengabulkan Permohonan untuk sebagian:

  • [dst]
  • [dst]
  • Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Pentepan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
  1. Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No.21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.
  2. Bahwa selanjutnya dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 130/PUU-XIII/2015 antara lain menyatakan bahwa Penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, terlapor dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan.
  1. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN:
  1. Berdasarkan PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Nomor : 130/PUU-XIII/2015
  1.   Bahwa Pemohon mempunyai sebuah Kapal KM. KUDA LAUT-01 yang merupakan kapal Nelayan Penangkap Ikana.
  2.   Bahwa Kapal KM. KUDA LAUT-01 diperoleh Pemohon dari hasil Lelang berdasarkan Kutipan Risalah Lelang Nomor : 764/2014 dan Kutipan Risalah Lelang Nomor : 765/2014.
  3.   Bahwa pada saat dilakukan lelang kondisi Kapal KM. KUDA LAUT-01 hanya sekitar 20 % yang utuh sisanya 80 % sudah dalam kedaan hancur dan tidak dapat dipergunakan lagi.
  4.   Bahwa oleh karena Pemohon telah mengeluarkan biaya dalam proses lelang, maka walaupun Kapal KM. KUDA LAUT-01 telah rusak parah Pemohon berupaya untuk memperbaiki Kapal KM. KUDA LAUT-01.
  5.   Bahwa setelah diperoleh dari hasil lelang Kapal KM. KUDA LAUT-01  kemudian Pemohon perbaiki sampai Kapal KM. KUDA LAUT-01 utuh kembali layaknya sebagai Kapal sebagaimana mestinya.
  6.   Bahwa setelah Kapal KM. KUDA LAUT-01 telah diperbaiki maka kemudian Pemohon melakukan pengurusan terhadap dokumen-dokumen Kapal sebagaimana ketentuan yang berlaku.
  7.   Bahwa setelah dokumen-dokumen Kapal KM. KUDA LAUT-01 telah selesai diurus oleh Pemohon kemudian Kapal KM. KUDA LAUT-01 beberapa kali digunakan oleh oleh Polair dan SDKP Bitung untuk memulangkan Warga Negara Pilipina yang berada di Bitung yang terlibat Ilegal Fishing.
  8.   Bahwa setelah selesai digunakan untuk memulangkan Warga Negara Asing Pilipina kemudian Kapal KM. KUDA LAUT-01 digunakan oleh Pemohon untuk menangkap ikan pada perairan Laut Indonesia.
  9.   Bahwa pada saat hendak menuju pada area penangkapan ikan Kapal KM. KUDA LAUT-01 mengalami kerusakan mesin Induk pada tanggal 15 Oktober 2017 di Perairan Laut Halmahera sehingga Kapal KM. KUDA LAUT-01 ditarik kembali menuju ke Bitung.
  10. Bahwa pada saat berada di perairan Bitung sekitar pukul 08.30 wita dokumen Kapal KM. KUDA LAUT-01 diperiksa oleh pihak KPLP Bitung sehingga seluruh dokumen Kapal KM. KUDA LAUT-01 berada ditangan pihak KPLP, akan tetapi pada saat semua dokumen Kapal KM. KUDA LAUT-01 berada di Kapal KPLP kemudian Kapal Patroli-08 Polair Bitung datang menghampiri dan menyakan dokumen Kapal KM. KUDA LAUT-01 namun oleh karena Nahkoda Kapal KM. KUDA LAUT-01 tidak bisa menunjukan dokumen Kapal karena semua dokumen Kapal KM. KUDA LAUT-01 telah berada di diatas Kapal KPLP.
  11. Bahwa oleh karena Nahkoda Kapal KM. KUDA LAUT-01 tidak dapat menunjukkan dokumen-dokumen Kapal KM. KUDA LAUT-01 sehingga sehingga terbitlah Laporan Polisi Nomor : LP/153/X/2017/DITPOLAIR, Tanggal 24 Oktober 2018.
  12. Bahwa berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/153/X/2017/DITPOLAIR, Tanggal 24 Oktober 2018, kemudian Pemohon dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi dalam Perkara tindak pidana Pemalsuan Surat sebagaimana dalam Pasal 452 ayat (1) dan (2) KUHPidana, Subsidair Pasal 266 ayat (1) dan (2) KUHPidana, atau Pasal 264 KUHPidana Lebih Subsidair lagi Pasl 263 ayat (1) dan (2) KUHPidana atas Kapal KM. KUDA LAUT-01.
  13. Bahwa pada tanggal 2 Mei 2018 Pemohon telah mendapatkan surat panggilan dari Termohon Nomor : SPg/8/V/2018/Ditpolair dimana Pemohon bukan lagi berstatus sebagai Saksi tetapi telah menjadi Tersangka sesuai dengan Laporan Polisi Nomor : LP/153/X/2017/Ditpolair, tanggal 24 Oktober 2017, dan surat perintah penyidikan Nomor SP.Sidik/24/X/2017/Ditpolair, Tanggal 25 Oktober 2017, dimana dalam surat tersebut diberitahukan kepada Pemohon status Pemohon telah ditetapkan menjadi Tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana menerbitkan Dokumen Kapal KM. KUDA LAUT-01 Palsu, dengan maksud dan telah dipakai menerbitkan dokumen Kapal KM. KUDA LAUT-01 (Kapal Ex Asing) berupa Grose Akta, Surat Ukur, Sertifikat Kelaikan dan Pengawakan Kapal Penangkap Ikan dan Surat Izin Penangkapan Ikan yang digunakan oleh Kapal KM. KUDA LAUT-01  yang ditemukan di perairan Selat Lembeh Bitung pada hari Selasa 24 Oktober 2017 sekitar pkul 09.00 wita sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) KUHP.
  14. Bahwa dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No.130/PUU-XIII/2015 antara lain menyatakan bahwa Penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada penuntut umum, terlapor dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan.
  15. Bahwa berdasarkan surat panggilan dari Termohon kepada Pemohon Nomor : SPg/8/V/2018/Ditpolair, tanggal 2 Mei 2018  dimana Pemohon bukan lagi berstatus sebagai Saksi tetapi telah menjadi Tersangka sesuai dengan Laporan Polisi Nomor : LP/153/X/2017/Ditpolair, tanggal 24 Oktober 2017, dan surat perintah penyidikan Nomor SP.Sidik/24/X/2017/Ditpolair, Tanggal 25 Oktober 2017, yang diterima oleh Pemohon telah bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No.130/PUU-XIII/2015, yang menyatakan bahwaPenyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, terlapor dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan”.
  16. Bahwa  sampai dengan saat ini Pemohon tidak pernah menerima surat Perintah dimulainya penyidikan dari Termohon berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/153/X/2017/Ditpolair, tanggal 24 Oktober 2017, dan surat perintah penyidikan Nomor SP.Sidik/24/X/2017/Ditpolair, Tanggal 25 Oktober 2017, sehingga perbuatan Termohon telah bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No.130/PUU-XIII/2015, yang menyatakan bahwa Penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, terlapor dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan.
  17. Bahwa oleh karena tindakan Termohon yang tidak memberitahukan kepada Pemohon tentang Surat Perintah Dimulainya Penyidikan sebagimana dalam Laporan Polisi Nomor : LP/153/X/2017/Ditpolair, tanggal 24 Oktober 2017, dan surat perintah penyidikan Nomor SP.Sidik/24/X/2017/Ditpolair, Tanggal 25 Oktober 2017, adalah merupakan pelanggaran terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi No.130/PUU-XIII/2015 dan juga melanggar Pasal 109 KUHAP, oleh karenanya Penyidikan tidak sah karena bertentangan dengan “Putusan Mahkamah Konstitusi No. 130/PUU-XIII/2015”.
  18. Bahwa tindakan Termohon dengan menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dalam Surat Nomor : SPg/8/V/2018/Ditpolair, tanggal 2 Mei 2018  sesuai dengan Laporan Polisi Nomor : LP/153/X/2017/Ditpolair, tanggal 24 Oktober 2017, dan Surat Perintah Penyidikan Nomor SP.Sidik/24/X/2017/Ditpolair, Tanggal 25 Oktober 2017, merupakan pelanggaran terhadap putusan Mahkamah Konstitusi No. 130/PUU-XIII/2015 dan juga melanggar pasal 109 KUHAP, oleh karenanya penyidikan dianggap tidak sah karena Surat Perintah Dimulainya Penyidikan telah melampaui batas waktu yang telah ditentukan oleh putusan Mahkamah Konstitusi N0. 130/PUU-XIII/2015.
  1. SAH ATAU TIDAKNYA PENETAPAN TERSANGKA ATAS PEMOHON.
  1. Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014.

Dalam pasal 77 huruf a undang-undang No.8 Tahun 1981 tentang KUHAP telah diperluas sehingga kewenangan Praperadilan bukan hanya untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang sah atau tidaknya Penangkapan, Penahanan, Pengentian Penyidikan atau Penghentian Penuntutan, tetapi meliputi pula sah tidaknya Penetapan Tersangka, Penggeledahan, Penyitaan, Pemeriksaan Surat.

  1. Bahwa berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor SP.Sidik/24/X/2017/Ditpolair, Tanggal 25 Oktober 2017, Termohon telah menetapkan Pemohon sebagai Tersangka berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/153/X/2017/Ditpolair, tanggal 24 Oktober 2017, dalam perkara dugaan tindak pidana dalam Pasal 263 ayat (2)  KUHP.
  2. Bahwa tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai tersangka dalam perkara a quo, tidak sah dengan alasan sebagai berikut:

Bahwa yang dimaksud dengan Tersangka, berdasarkan Pasal 1 angka 14 KUHP adalah orang yang karena perbuatan atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Bahwa oleh karena itu, seharusnya menurut hukum penetapan Pemohon sebagai tersangka didasarkan adanya “Bukti Permulaan”.

  1. Bahwa dengan adanya Laporan Polisi Nomor : LP/153/X/2017/Ditpolair, tanggal 24 Oktober 2017, dan surat perintah penyidikan Nomor SP.Sidik/24/X/2017/Ditpolair, Tanggal 25 Oktober 2017 dan Surat Nomor : SPg/8/V/2018/Ditpolair, tanggal 2 Mei 2018  atas nama Tersangka MELISA NUR. Pada dasarnya Pemohon telah ditetapkan sebagai Tersangka padahal Termohon belum mengumpulkan “Bukti Permulaan”. Dengan kata lain penetapan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon dilakukan cara yang tidak sesuai dalam ketentuan Undang-Undang.
  2. Bahwa berdasarkan alasan-alasan sebagimana tersebut diatas telah cukup alasan bagi hakim yang memeriksa perkara Praperadilan ini untuk menyatakan penetapan Pemohon sebagai Tersangka berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/153/X/2017/Ditpolair, tanggal 24 Oktober 2017, Surat Perintah Penyidikan Nomor SP.Sidik/24/X/2017/Ditpolair, Tanggal 25 Oktober 2017, dan Surat Nomor : SPg/8/V/2018/Ditpolair, tanggal 2 Mei 2018  atas nama Tersangka MELISA NUR tidak sah menurut hukum;

Berdasarkan atas alasan-alasan diatas maka Pemohon memohon kepada Ketua Pengadilan Bitung agar menetepkan Hakim Praperadilan, untuk memeriksa, mengadili, dan memutus sebagai berikut:

  1. Mengabulkan Permohonan Termohon;
  2. Menyatakan tindakan Termohon yang tidak memberitahukan kepada Pemohon tentang Surat Perintah Dimulainya Penyidikan dalam Laporan Polisi Nomor : LP/153/X/2017/Ditpolair, tanggal 24 Oktober 2017, dan Surat Perintah Penyidikan Nomor SP.Sidik/24/X/2017/Ditpolair, Tanggal 25 Oktober 2017, merupakan pelanggaran terhadap putusan Mahkamah Konstitusi No: 130/PUU-XIII/2015 dan juga melanggar pasal 109 KUHAP, oleh karena itu penyidikan perkara a quo tidak sah karena Surat Perintah Dimulainya Penyidikan telah melampaui batas waktu yang ditentukan oleh putusan Mahkamah Konstitusi No: 130/PUU-XIII/2015.
  3. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor SP.Sidik/24/X/2017/Ditpolair, Tanggal 25 Oktober 2017, adalah tidak sah karena bertentangan putusan Mahkamah Konstitusi No: 130/PUU-XIII/2015.
  4. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor SP.Sidik/24/X/2017/Ditpolair, Tanggal 25 Oktober 2017, yang menetapkan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon terkait peristiwa Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) dan ayat (2) KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.
  5. Menyatakan penetapan Tersangka dari status Pemohon dari Saksi menjadi Tersangka oleh Termohon terhadap diri Pemohon berdasarkan Surat Nomor : SPg/8/V/2018/Ditpolair, tanggal 2 Mei 2018  terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.
  6. Menyatakan Laporan Polisi Nomor : LP/153/X/2017/Ditpolair, tanggal 24 Oktober 2017, Surat Perintah Penyidikan Nomor SP.Sidik/24/X/2017/Ditpolair, Tanggal 25 Oktober 2017, dan Surat Nomor : SPg/8/V/2018/Ditpolair, tanggal 2 Mei 2018, yang menetapkan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon terkait peristiwa Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.
  7. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon oleh Termohon, terkait peristiwa Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) KUHP.
  8. Memerintahkan kepada Termohon untuk memulihkan harkat dan martabat Pemohon sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  9. Menghukum Termohon membayar biaya perkara.

Atau apabila Pengadilan Negeri Bitung berpendapat lain kami minta  putusan yang seadil-adilnya berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

 

 

 

Hormat Kami,

Kuasa Hukum Pemohon,

 

 

 

 

 

 

SUHARTO DJ. SULENGKAMPUNG.SH

 

 

 

Pihak Dipublikasikan Ya