Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI BITUNG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
3/Pid.Pra/2022/PN Bit VIVI ANGELA KOLONDAM Kapolri, Cq. Kapolda Sulut, Cq. Kapolres Kota Bitung, Cq. Kasatreskrim Polres Bitung Minutasi
Tanggal Pendaftaran Jumat, 11 Mar. 2022
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 3/Pid.Pra/2022/PN Bit
Tanggal Surat Jumat, 11 Mar. 2022
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1VIVI ANGELA KOLONDAM
Termohon
NoNama
1Kapolri, Cq. Kapolda Sulut, Cq. Kapolres Kota Bitung, Cq. Kasatreskrim Polres Bitung
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN
1. PEMOHON TIDAK PERNAH DIPERIKSA SEBAGAI CALON TERSANGKA
1. Bahwa melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014. MK mengabulkan sebagian permohonan yang salah satunya menguji ketentuan objek praperadilan. Melalui putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan;
2. “Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia),”
3. Mahkamah Konstitusi menganggap syarat minimum dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka  untuk transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang. Hal ini menghindari adanya tindakan sewenang-wenang oleh penyidik terutama dalam menentukan bukti permulaan yang cukup itu;
4. Bahwa pada awalnya Pemohon hanya dikirimkan Surat Undangan bersifat Biasa tertanggal 17 Januari 2022, dan Pemohon hanya di tanyakan seputar permasalahan yang terjadi. Termohon terus – menerus memberikan pertanyaan – pertanyaan yang memojokan Pemohon yang dengan memaksakan Pemohon untuk mengakui hal yang tidak Pemohon lakukan lewat bukti Video yang tidak jelas diperlihatkan oleh Termohon;
5. Bahwa sebagaimana diketahui Pemohon tidak pernah dilakukan Pemeriksaan dalam kapasitas Pemohon sebagai calon tersangka. Pemohon hanya tiba – tiba diberitahukan melalui Surat Pemberitahuan di Mulainya Penyidikan Nomor : B / 23 / I / 2022 / Reskrim / Res Bitung tertanggal 27 Januari 2022. Dan di tanggal yang sama 27 Januari 2022 Pemohon juga diberitahukan oleh Termohon perihal Surat Penetapan Tersangka Nomor : B / 73 / I / 2022 / Reskrim / Res Bitung. Pemohon Berargumentasi, mengapa tidak ada panggilan pemeriksaan Penyelidikan dan Penyidikan sebagai Calon Tersangka, seperti tersambar petir sudah langsung ditetapkan Tersangka oleh Termohon. Surat Panggilan yang diterima oleh Pemohon untuk pertama kali dan satu-satunya oleh Termohon, yakni melalui surat panggilan sebagai Tersangka oleh Termohon kepada Pemohon dengan Nomor : S.Pgl / 24 / I / 2022 / Reskrim / Res Bitung tertanggal 3 Februari 2022, Termohon tidak pernah membuktikan Pemohon diperiksa sebagai calon tersangka, akan tetapi sekali lagi, Pemohon langsung dipanggil sebagai Tersangka oleh Termohon, sehingga tidak dengan seimbang Pemohon dapat melakukan klarifikasi terhadap apa yang dituduhkan kepada Pemohon.
6.Untuk itu berdasar pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014 Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya. Tidak pernah dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon. Dikarenakan Putusan MK bersifat final dan mengikat, serta berlaku Asas Res Judicata (Putusan Hakim Harus dianggap benar) serta Putusan MK bersifat Asas Erga Omnes (berlaku umum), maka harus menjadi rujukan dalam setiap proses pemeriksaan oleh Termohon dalam hal ini Kepolisian Resor Kota Bitung.
Dengan demikian jelas tindakan Termohon dengan atau tanpa pemeriksaan calon tersangka merupakan tindakan yang tidak sah, dan harus DIBATALKAN tentang PENETAPAN TERSANGKA terhadap diri Pemohon oleh Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo.

Dst;

Dst;

Pihak Dipublikasikan Ya