Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI BITUNG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2023/PN Bit CLIFF JOSEPH AGUSTINUS NGANTUNG Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Cq. Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Utara, Cq. Kepala Kepolisian Resort Kota Bitung Minutasi
Tanggal Pendaftaran Jumat, 20 Jan. 2023
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2023/PN Bit
Tanggal Surat Jumat, 20 Jan. 2023
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1CLIFF JOSEPH AGUSTINUS NGANTUNG
Termohon
NoNama
1Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Cq. Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Utara, Cq. Kepala Kepolisian Resort Kota Bitung
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

1.    Bahwa yang menjadi dasar Tersangka untuk mengajukan Praperadilan merupakan Hak Asasi Tersangka sebagaimana yang telah dijamin oleh Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 17 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi :
“Setiap orang tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan adil dan benar.”

2.    Bahwa berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/B/745/VIII/2022/SPKT/RES BITUNG /POLDA SULAWESI UTARA, tanggal 30 Agustus 2022 Pemohon menjadi TERLAPOR dari PELAPOR seorang perempuan bernama VIRGI ANGGRAINI PANDOH dalam perkara tindak pidana penelantaran anak sesuai rumusan Pasal 77B Undang-Undang nomor 17 Tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

3.    Bahwa terlebih dahulu PEMOHON terangakan bahwa antara PEMOHON sebagai PENGGUGAT dan VIRGI ANGGRAINI PANDOH sebagai TERGUGAT, telah bercerai berdasarkan Putusan perdata nomor : 94/Pdt.G/2017/PN.Tnn, di Pengadilan Negeri Tondano dan dalam pertimbangan tersebut anak dalam pengasuhan bersama, dan alasan perceraian karena TERGUGAT sudah memiliki pasangan dan sudah memberikan Surat Pernyataan tertanggal 14 Februari 2017 untuk bercerai dengan segala konsekuensi hukumnya ;

4.    Bahwa PEMOHON sangat berkeberatan terhadap tindakan atau perbuatan hukum sewenang-wenang yang dilakukan TERMOHON, keberatan-keberatan PEMOHON seperti tersebut dibawah ini :
a.    TERMOHON dalam penerapan Pasal pidana terhadap PEMOHON telah salah dan keliru, dengan alasan PEMOHON karena, PEMOHON tidak melakukan penelantaran, yang kekeliruan tersebut tergambar saat PEMOHON dan PELAPOR berpisah, bepisah atau bercerai tahun 2017 sedangkan dalam laporan ditelantarkan sejak 2014, dan PEMOHON dihalang-halangi oleh PELAPOR dengan anaknya sejak bercerai, sehingga jelas laporan ini salah dan keliru untuk dilidik maupun di sidik hingga ditetapkan tersangka ;
b.    TERMOHON saat menerima Laporan, penyelidikan hingga penyidikan tidak cermat dan teliti, alasannya karena terbukti antara tanggal laporan dan tanggal penyelidikan adalah sama yaitu tanggal 30 Agustus 2022, kemudian dalam tahap klarifikasi sudah ada Surat Penyelidikan sedangkan PEMOHON baru diPanggil sekali sesuai Surat Undangan tanggal 1 November 2022, dan sesuai perkap Polri terbaru TERMOHON harus melakukan klarifikasi terlebih dahulu yaitu Restorative Justice sesuai Surat Edaran Kapolri nomor : SE/7/VII/2018 tentang penerapan keadilan restorative dan selanjutnya alamat panggilan PEMOHON diantar atau dibawa dialamat lain bukan alamat Pemohon dan yang membawa panggilan bukan TERMOHON langsung, namun yang membawa adalah Pelapor dan pacar dari Pelapor ;
c.    TERMOHON dalam penetapan tersangka kepada PEMOHON belum memenuhi syarat karena tidak cukup alat bukti, alasan PEMOHON terhadap keberatan ini diuraikan dalam poin dibawah ;
d.    Dan TERMOHON dalam penetapan PEMOHON sebagai daftar pencarian orang (DPO) adalah salah dan keliru, keberatan ini diuraikan dalam dalil-dalil dibawah

5.    Bahwa tindakan TERMOHON menetapkan PEMOHON sebagai TERSANGKA dan menetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang dalam perkara a quo, tidak sah dengan alasan sebagai berikut :
a.    Bahwa hasil penyelidikan tidak melalui tahapan dan proses gelar perkara yang wajib dilalui untuk menentukan peristiwa tersebut sebagai tindak pidana atau bukan sesuai dengan ketentuan Pasal 9 PERKAP RI Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana yang berbunyi :
“ Hasil penyelidikan yang telah dilaporkan oleh tim penyelidik , wajib dilaksanakan gelar perkara untuk menentukan peristiwa tersebut diduga a. tindak pidana; atau b. bukan tindak pidana.”
b.    Bahwa dalam proses Penetapan Tersangka oleh penyidik Kepolisian Resor Kota Bitung, di Reskrim Unti PPA terlalu bernafsu dan terburu-buru sehingga tidak melalui mekanisme gelar perkara berdasarkan Pasal 25 ayat (1) dan (2) Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana berbunyi :
“Penetapan Tersangka berdasarkan paling sedikit 2 (dua) alat bukti yang didukung barang bukti ; Penetapan Terangka sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui mekanisme gelar perkara, kecuali tertangkap tangan”.
Pasal 31, Pasal 32 ayat (1) huruf a dan huruf b Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana menjelaskan :
“Gelar Perkara dilaksanakan dengan catat : a. gelar perkara biasa ; dan b. gelar perkara khusus : Gelar perkara biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf a, dilaksanakan untuk : a. menentukan tindak pidana atau bukan ; b. menetapkan Tersangka”.
c.    Bahwa proses pemeriksaan terhadap Pemohon sebagai tersangka tidak di dahului oleh  Surat Perintah Penyidikan yang dibawa langsung oleh TERMOHON dan begitu pun dengan SPDP yang menandakan suatu proses hukum atas suatu peristiwa yang diduga kuat sebagai tindak pidana sudah dimulai, sebagaimana di atur dalam Pasal 109 ayat 1 KUHAP.
d.    Bahwa yang dimaksud dengan TERSANGKA berdasarkan Pasal 1 ayat 14 KUHAP adalah “seorang yang karena perbuatan atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”.
e.    Bahwa pasal 184 KUHAP berbunyi :
“Alat bukti yang sah ialah : a. keterangan saksi, b. keterangan ahli, c. Surat, d. petunjuk, e. Keterangan Terdakwa.”

6.    Bahwa sehingga jelas disebutkan bahwa :  
a.    Status sebagai tersangka hanya dapat ditetapkan oleh penyidik kepada seseorang setelah hasil penyidikan yang dilaksanakan memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti
b.    Untuk menentukan memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan melalui gelar perkara

7.    Bahwa berdasarkan uraian diatas maka ditetapkannya Pemohon oleh Termohon sebagai tersangka adalah tindakan yang sewenang-wenang dan melanggar hukum oleh karena tidak disertai adanya alat bukti yang cukup sebagaimana yang diisyaratkan dalam KUHAP, oleh karena itu adalah patut jika penetapan Pemohon sebagai tersangka oleh Termohon dinyatakan tidak sah.

8.    PERBUATAN PEMOHON MURNI MERUPAKAN HUBUNGAN HUKUM KEPERDATAAN, alasannya TERMOHON harus memberi kesempatan terlebih dahulu kepada PEMOHON untuk menguji siapa yang lebih berhak mengasuh anak antara TERLAPOR dan PELAPOR dalam perkara ini, karena dengan Laporan Polisi ini sudah terbukti PELAPOR tidak mampu mengasuh membiayai anak mereka, sehingga sangat janggal jika kemudian PELAPOR yang menghalangi anak mereka untuk bertemu dengan TERLAPOR dan kemudian dalam perkara ini PEMOHON menjadi TERLAPOR, maka sangat jelas kalau perkara pidan inii diuji terlebih dahulu dalam perkara perdata sebagaimana pun tersebut dalam PERMA No.1 Tahun 1956, “Perkara pidan dapat ditangguhkan untuk menunggu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perdata karena saat ini sementara diuji perihal pengasuhan Anak di Pengadilan Negeri Bitung dengan perkara perdata nomor : 238/Pdt.G/2022/PN.Bit. ;

9.    Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, maka PEMOHON belum dapat dibuktikan melakukan Tindak Pidana sebagaimana yang dituduhkan terhadap PEMOHON karena jelas tidak sesuai KUHAP dan penyelidikan maupun Penyidikannya tidak sesuai dengan Peraturan Kapolri yang berlaku, sehingga penetapan Tersangka kepada PEMOHON oleh TERMOHON adalah TIDAK SAH maka sudah sepatutnya TERMOHON menghentikan penyidikan segala proses hukum terhadap Pemohon berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/B/745/VIII/2022/SPKT/RES BITUNG /POLDA SULAWESI UTARA, tanggal 30 Agustus 2022 ;

10.    Bahwa selanjutnya TERMOHON wajib memulihkan nama dari PEMOHON karena tidak terbukti Pasal yang dituduhkan terhadap PEMOHON, sehingga wajib TERMOHON merehabilitasi nama baik PEMOHON melalui media sekurang-kurangnya 5 Media online, 5 media cetak, dan melalui media siaran Radio;

Pihak Dipublikasikan Ya